Selasa, 13 Desember 2011

Keistimewaan Syariat Islam





(Maka Kami Jadikan yang demikian itu hukuman yang berat bagi orang-orang pada masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa) (QS Al Baqarah, 2:66)


Dalam Islam berlaku kaidah, ” tidak ada hukuman kecuali oleh sebab adanya pelanggaran, dan tidak ada pelanggaran kecuali adanya nash”. Jadi, harus ada nash terlebih dahulu baru sebuah perbuatan itu dapat dikatergorikan sebagai pelanggaran, kemudian diberlakukan hukuman bagi yang melanggar.
Dari sini kita akan dapat memahami betul Ke-Mahaadilan Allah swt , yang menyatakan, (Dan Kami tidak akan mengazab hingga Kami utus Rasul terlebih dahulu) (QS Al Isra, 17:15). Allah swt tidak akan pernah memberikan siksa atau azab kepada orang-orang kafir dan ahli maksiat di neraka nanti kecuali setelah Allah mengutus Rasul kepada mereka untuk menjelaskan tentang Syariat-Nya.
orang-orang yang islamfobia mencoba memanfaatkan kata, “Nakaala” dalam ayat tersebut di atas bermakna “hukuman yang berat” dengan menyebarkan fitnah terhadap Syariat Islam dengan menyatakan bahwa Syariat Islam itu terkesan kejam, keras, bertentangan dengan HAM, tidak manusiawi, tidak adil, zalim dan bermacam-macam tuduhan lainnya. Dan, ironisnya tidak jarang pernyataan semacam ini muncul dari orang-orang yang mengaku muslim, bahkan kadang dijuluki Cendikiawan Muslim.
Benarkah hukum Allah itu keras sebagaimana yang mereka tuduhkan? Untuk menjawab tuduhan mereka yang tidak beralasan tersebut, maka perlu dipaparkan beberapa “keistimewaan syariat islam” sebagai pedoman hidup. Paling tidak, ada “empat” keistimewaannya.
1. Bahwa dalam Islam kekuasaan “mutlak” itu hanya di tangan Allah swt. Kekuasaan menetapkan hukum itu hanya pada Allah, tidak ada perorangan, golongan , partai, maupun pada kesepakatan seperti yang terjadi pada sistem demokrasi. Dalam syariat Islam yang berhak menetapkan aturan dan hukum hanya Allah, “ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” (QS Al A’raaf, 7:54). Juga firman Allah swt pada QS Al An’aam ayat 57; Asy Syuraa ayat 10 dan An Nisaa’ ayat 105. Maka salah satu bentuk kesesatan orang Yahudi dan Nasrani di antaranya adalah ketika “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (QS At Taubah, 9:31)
2. Syariat Islam bersifat komprehensif, yakni mengatur semua aspek kehidupan. Allah swt berfirman “Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Kitab (AL QURAN) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta Rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS An Nahl, 16:89)
3. Sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu Nikmat-Ku, dan telah Ku-ridahi Islam itu menjadi agama bagimu”(QS Al Maaidah, 5:3). Kesesuaian dengan fitrah manusia, maksudnya memandang manusia tidak sebagai hewan sehingga hanya memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak juga sebagai malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu. Tetapi seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani. Allah swt berfirman ” Dan carilah dengan apa yang dianugerahkan Allah kepada engkau akan negeri akhirat dan janganlah engkau melupakan bagianmu di dunia” (QS Al Qashash, 28: 77). Bahkan keduanya dalam Islam tidak bisa dipisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Bila seorang muslim mencari harta itu pun harus dalam rangka dunia dan akhirat, sehingga dalam mencarinya harus sesuai dengan aturan-Nya.
4. Fleksibel (luwes). Ada beberapa bentuk fleksibelitas Syariat Islam, di antaranya, Pertama, dari sisi hawa nafsu, Islam tidak menghendaki manusia itu mematikan hawa nafsu dan juga tidak menyukai manusia yang memenuhi hawa nafsunya tanpa aturan, yang dituntut adalah upanya pengendalian. Allah swt berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang Allah telah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas” (QS Al Maaidah, 5:87)
juga dalam firman-Nya: ” Orang-orang yang bertaqwa yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang dan pada waktu sempit, dan orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain” (QS Ali Imran, 3 :133-134) serta tidak boleh berlebihan, “Makan dan minumlah dan jangan berlebihan” (QS Al Araaf, 7:31)
Rasullah saw bersabda: “Tiap-tiap ucapan baik tasbih, takbir, tahmid maupun tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf nahi munkar sedekah, bersenggama dengan isteri pun sedekah”. Para sahabat lalu bertanya, “Apakah melampiaskan syahwat mendapat pahala? Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mengerti bahwa kalau dilampiaskannya di tempat yang haram bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka memperoleh pahala” (HR. Muslim).
kedua, mudah dalam mengerjakan shalat, karena semua bumi ini masjid kecuali kuburan dan tempat pemandian (HR. Ahmad). Ketiga, sengat sedikit yang dibebankan dan yang diharamkan. Keempat, gugurnya kewajiban yang bisa diganti dengan yang lebih ringan. Gugurnya haji karena tidak mampu. Bila tidak mampu shaum boleh diganti fidyah dan bila tidak dijumpai air untuk berwudhu boleh bertayamum (QS Al Imran, 3:97,Al Baqarah, 2:184,An Nisaa’, 4:43)
kelima, dalam kondisi yang betul-betul “darurat” seorang muslim diperbolehkan melakukan yang dilarang. Allah swt berfirman: ” Hanya sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih (disebut) selain nama Allah. Maka barangsiapa terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melebihi batas, maka tidaklah dia berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang” (QS Al Baqarah , 2 : 173)
Juga dalam firmannya “Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhan-Mu Maha Pengampun Lagi Maha Peyanyang” (QS Al An’am, 6 : 145)
dan Dalam firmanya pula ” Bahwasannya Allah mengharamkan kepada kalian bangkai, darah, daging babi, dan apa-apa yang disembih selain (nama) Allah, maka barangsiapa terpaksa tidak karena keinginan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Peyanyang” (QS An Nahl , 16 : 115)
Keenam, pelaksanaan kewajiban ada yang mutlak harus sempurna tapi ada juga “ruksyah” (keringanan). Ketujuh, gugurnya kewajiban berperang bagi yang tidak mampu, di antaranya orang-orang buta dan pincang. Allah swt berfirman ” Tiadalah dosa bagi orang yang buta, orang pincang, dan orang sakit (tidak ikut berperang)” (QS Al Fath, 48:17). Kedelapan, dihalalkan beberapa jenis binantang ternak yang dulu diharamkan. Kesembilan, larangan shaum sepanjang tahun penuh.
Kesepuluh, bertahap dalam melaksanakan kewajiban, sebagaimana pelarangan khamar. Allah swt berfirman “Mereka menanyakan kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi, Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, sedang dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (QS Al Baqarah, 2:219)
Juga dalam firma-Nya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib, adalah keji dari pada perbuatan setan. Maka jauhilah agar kalian mendapat keberuntungan” (QS Al Maaidah, 5 : 90)
kesebelas, tidak ada perantara antara hamba dengan Allah swt, baik dalam akidah maupun dalam ibadah, tidak seperti kesalahan yang di lakukan kaum Yahudi dan Nasrani. Allah berfirman “Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan paderi-paderi mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan Almasih putra Maryam (sebagai Tuhan) padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia (Allah swt). Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS At Taubah, 9:31). Keduabelas, ada hubungan interaksi sosial dengan non-muslim khususnya ahli kitab (QS Al Maaidah, 5:5)
Wallahu’alam bish-shawab